Sekretaris jenderal Partai Komunis Vietnam yang berkuasa, yang juga politisi paling berpengaruh di negara itu, telah meninggal pada usia 80 tahun. Peristiwa ini telah meninggalkan kekosongan kekuasaan di negara ini. Setelah memegang posisi paling berpengaruh di Vietnam sejak 2011 dan menjabat sebagai presiden dari 2018 hingga 2021, ia adalah tokoh terkemuka yang dikenal karena kampanye anti-korupsinya yang gigih yang mengakibatkan pengunduran diri beberapa tokoh politik senior. Kepergiannya menimbulkan kekhawatiran tentang potensi krisis kepemimpinan dan arah masa depan bangsa.
Pertumbuhan Ekonomi dan 'Diplomasi Bambu'
Selama masa jabatannya, ia memimpin periode pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berperan penting dalam mengelola hubungan dengan Tiongkok dan mantan musuh Vietnam, AS. Kebijakan luar negerinya yang unik, yang dijuluki "diplomasi bambu," berusaha untuk tetap netral dalam konflik internasional dan menjaga hubungan baik dengan kekuatan besar. Upaya diplomatiknya menghasilkan kunjungan bersejarah ke AS dan kunjungan timbal balik dari presiden AS dan presiden China.
Perang
Salib Anti-Korupsi dan Akibatnya
Upaya anti-korupsinya tak tertandingi dalam sejarah partai Komunis, yang mengarah pada hukuman lebih dari 139.000 anggota partai karena korupsi. Meskipun demikian, tindakan keras ini berdampak buruk pada perekonomian, karena para pejabat menjadi ragu-ragu untuk memberi lampu hijau untuk keputusan karena takut didakwa karena pelanggaran. Namun, sikapnya yang pantang menyerah terhadap korupsi memungkinkannya untuk mengumpulkan tingkat kekuasaan yang tak tertandingi dalam sistem politik Vietnam.
Suksesi yang Tidak Pasti
Setelah kematiannya, tidak ada penerus yang jelas untuk melangkah ke posisinya. Pemimpin Vietnam berikutnya akan dihadapkan pada tantangan untuk mencapai tingkat otoritas dan pengaruh yang sama. Analis mengantisipasi bahwa penggantinya tidak mungkin menyimpang dari kebijakannya, terutama terkait ekonomi, kebijakan luar negeri, dan penanganan kritik pemerintah. Saat ini, ada lebih dari 160 orang yang dipenjara di Vietnam karena menggunakan hak sipil dan politik mereka secara damai, seperti yang dilaporkan oleh Human Rights Watch.
Berharap untuk Kepemimpinan yang Lebih Pragmatis
Kematiannya juga memicu harapan di Barat untuk munculnya pemimpin yang kurang dogmatis, yang berpotensi membuka jalan bagi pendekatan pemerintahan yang lebih pragmatis dan moderat. Ketika Vietnam terus mengarahkan evolusi ekonomi dan geopolitiknya, pemilihan pemimpin berikutnya akan memainkan peran penting dalam menentukan arah masa depan negara itu. Belum terlihat bagaimana sekutu politik akan bernegosiasi di antara mereka sendiri untuk memutuskan siapa yang akan mengambil alih posisinya, dan apakah proses ini akan menghasilkan transisi kekuasaan yang mulus atau krisis kepemimpinan.
Meninggalnya sekretaris jenderal Vietnam yang kuat telah menjerumuskan negara itu ke dalam kekosongan kekuasaan potensial. Perang salib anti-korupsi dan inisiatif kebijakan luar negerinya telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Namun, kematiannya menimbulkan kekhawatiran tentang kepemimpinan dan arah Vietnam di masa depan. Pemilihan pemimpin berikutnya akan memiliki implikasi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi, hubungan luar negeri, dan situasi hak asasi manusia negara. Vietnam sekarang menemukan dirinya di persimpangan jalan yang signifikan, dengan keputusan yang dibuat pada bulan-bulan berikutnya ditetapkan untuk membentuk jalan bangsa untuk tahun-tahun mendatang.